Sejarah Desa

Sejarah Desa

Desa Plelen merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Terletak pada ketinggian antara 50 sampai 300 mdpl. Wilayah Desa Plelen sebelah Utara berbatasan dengan Desa Krengseng, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sentul, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kutosari, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sawangan. Desa ini memiliki 8 dukuh yaitu, Dukuh Kertosono, Dukuh Pancuran, Dukuh Ngrau, Dukuh Bong, Dukuh Persil, Dukuh Bunderan, Dukuh Plelen Lor, dan Dukuh Plebean.

Nama “Plelen” diperoleh dari kata Pleren (leren) yang berasal dari Bahasa Jawa yang berarti “istirahat”. Menurut cerita yang disebarkan turun temurun dari mulut ke mulut desa ini sudah terbentuk sejak masa Kerajaan Demak. Lokasi desa strategis yang terletak di jalur pantura sering digunakan sebagai tempat peristirahatan (plerenan). Secara historis sejak penjajahan Belanda sampai kemerdekaan Desa Plelen dipimpin oleh Lurah Wiryodarman. Kepemimpinan dilanjutkan oleh Subekhi, dilanjutkan lagi oleh Moh Anwar, dilanjutkan oleh Asikin, Suroso, Amat Kosim, Hadi Supriyo Anwar, Dadang Suhargo secara berturut- turut. Sedangkan sekarang ini Desa Plelen dipimpin oleh ST. Amri Alimatul Muflikhah.

Dukuh Persil

Pada wilayah Dukuh Persil berdiri sebuah perusahaan perkebunan milik Belanda yaitu Cultuur Maatjschappij Siluwok pada tahun 1930-an yang bergerak pada produksi komoditas kapuk randu dan kopi. PT perkebunan ini kemudian menjadi pusat produksi komoditas kapuk dan kopi di Pantura Jawa. Nama Persil diambil dari singakatan Perumahan Siluwok.

Dukuh Bong

Pada zaman dahulu terdapat sebuah industri rumah tangga yang bergerak di bidang pembuatan pembersih pakaian (Blawu) dan terdapat sumur Bong tua yang cukup besar. Sehingga wilayah tersebut diberi nama Dukuh Bong.

Dukuh Plelen Lor

Dukuh yang secara geografis terletak di sebelah paling utara di Desa Plelen. Dalam bahasa Jawa istilah Utara disebut dengan lor. Pada zaman dahulu terdapat sebuah kubangan air yang rasa airnya asin. Dahulu dukuh ini dikenal dengan Ngasinan, namun sekarang lebih dikenal dengan Plelen Lor.

Dukuh Plebean

Menurut cerita yang terdapat di masyarakat, dahulu kala terdapat seorang tokoh yang selalu mengurus jenazah secara sukarela dan tanpa pamrih. Sehingga namanya diabadikan dalam sebuah nama dukuh, yaitu Dukuh Plebean.

Dukuh Kertosono

Kertosono memiliki arti kemakmuran bagi masyarakat. Pada jaman dulu terdapat Hutan Sono. Hutan tersebut menjadi mata pencaharian sehari-hari masyarakat untuk mendapatkan kemakmuran.

Dukuh Pancuran

Sejarah menceritakan bahwa pada jaman dulu di wilayah tersebut terdapat sumber air yang selalu mengalir (mancur) tanpa dipengaruhi musim di tengah pemukiman warga. Air tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari hingga saat ini. Pada masanya, daerah tersebut sangat subur dan ramai sehingga nampak seperti taman sari. Karena keberadaan sumber air tersebut kemudian dukuh ini diberi nama Dukuh Pancuran.

Dukuh Ngrau

Nama tersebut diambil dari nama sebuah jenis pohon yaitu pohon Rau yang konon katanya tidak pernah diketahui keberadaannya. Pohon tersebut begitu besar dan rindang sehingga dikeramatkan oleh warga sekitar.

Dukuh Bunderan

Pemukiman warga yang terletak di bawah bukit dengan pola rumah yang melingkar, sehingga membuat sebagian orang akan bingung saat menentukan arah di wilayah tersebut bahkan tidak jarang banyak orang baru yang tersesat di dalam wilayah tersebut.